Saat Sains Melawan Stigma: Fakta dan Inovasi tentang HIV
Kelompok 2:
- Gilang Putranto (10422024)
- Indah Lastri (11222012)
- I Made Ibnu Pratimba (21125032)
- Vania Muthi Nabilla (21125017)
“Kalian pasti sudah pernah dengar penyakit yang namanya HIV. Penyakit yang katanya sangat seram itu loh. Saking seramnya, banyak penderitanya yang langsung dijauhi.”
“Kedengarannya sangat mematikan dan menakutkan ya, tapi itu kan katanya. Kalau faktanya bagaimana ya? Yuk cari tahu tentang HIV bersama kami!”
Apa itu HIV?
HIV merupakan momok yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. HIV cenderung diasosiasikan dengan penyakit mematikan yang menyebabkan penderitanya tidak dapat menjalani kehidupan dengan normal. Padahal, pandangan tersebut kurang tepat karena melalui penanganan yang tepat, dampak HIV dapat ditekan, bahkan ditiadakan. Melalui perkembangannya, bioteknologi berperan besar dalam memahami dan menanggulangi HIV, mulai dari diagnosis, pengobatan, hingga penelitian vaksin.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubu. Virus ini ditularkan melalui cairan tubuh (body fluid) seperti saat berhubungan seksual dan tranfusi darah. HIV sering kali tidak menimbulkan gejala spesifik, namun dapat menyebabkan demam, kelelahan, ruam kulit, dan penurunan berat badan. Penyakit ini melemahkan sistem imun, meningkatkan risiko infeksi oportunistik, dan jika tidak diobati, HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) (Cleveland clinic, 2022).
HIV menginfeksi sel kekebalan tubuh dengan beberapa langkah berikut:
- Binding (menempel) – HIV menempel pada sel CD4 dengan mengenali reseptornya.
- Fusion (masuk ke sel) – Virus menyatu dengan membran sel dan memasukkan materi genetiknya ke dalam sel.
- Reverse Transcription – RNA HIV diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase.
- Integration – DNA HIV disisipkan ke DNA sel manusia, sehingga sel “tidak sadar” ikut memproduksi materi virus.
- Transcription – Sel membuat salinan RNA yang berasal dari DNA HIV.
- Translation – RNA tadi digunakan untuk membuat protein-protein virus.
- Assembly – Komponen virus dirakit menjadi virus baru.
- Release (keluar) – Virus baru keluar dari sel dan siap menginfeksi sel CD4 lainnya.

Gambar 1. Mekanisme Infeksi HIV (Sumber : Dokumen Penulis)
Stigma HIV di Masyarakat Indonesia
Saat ini, masih banyak stigma yang kurang tepat dan beredar dikalangan masyarakat umum terhadap penderita HIV.

Gambar 2. Stigma masyarakat terhadap HIV (Sumber : Dokumen Penulis)
Berdasarkan studi Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2017 yang melibatkan 21.838 individu, sebanyak 68,9% menunjukkan diskriminasi terhadap ODHA, sementara penelitian di Nusantara Hasana Journal menemukan bahwa 53,7% responden mengalami stigma berat terhadap ODHA.

Gambar 3. Prevalensi HIV di Indonesia (Sumber : Antara, 2022)
Di masyarakat, banyak beredar berbagai stigma yang seringkali tidak benar terhadap ODHA. Apa saja stigma terhadap HIV yang ternyata tidak benar?
| MITOS | FAKTA |
| HIV bisa menular melalui udara, sentuhan atau penggunaan alat makan bersama | Tidak benar. HIV hanya menular lewat darah, cairan sperma, cairan vagina, dan ASI |
| HIV tidak bisa diobati | Kurang tepat. Karena terdapat terapi Antiretroviral (ARV) yang dapat menekan dampak HIV |
| HIV = AIDS | Tidak sama. HIV adalah virus, AIDS adalah tahap lanjut ketika infeksi tidak diobati |
| Orang dengan HIV tidak bisa hidup lama | Salah. Terapi ARV rutin memungkinkan harapan hidup ODHA sama dengan orang tanpa HIV |
| Pasangan positif HIV pasti menularkan HIV | Tidak selalu. Jika konsumsi ARV rutin, viral load dapat ditekan (virus tidak terdeteksi) dan HIV tidak akan menular. |
Dampak stigma HIV di masyarakat terhadap penanganan HIV di Indonesia
Menurut Shaluhiyah et al. (2015), keberadaan stigma terhadap ODHA menjadi tantangan dalam proses penanganan HIV. Hal ini disebabkan oleh stigma yang beredar menjadikan ODHA sulit terbuka terhadap status penyakitnya. Ketika mengalami gejala sakit selain HIV, ODHA cenderung tidak memberitahukan terkait dengan riwayat penyakitnya dan menyebabkan penanganan medis yang diberikan menjadi tidak efektif dan kurang tepat. Selain itu, stigma terhadap penyakit HIV juga menyebabkan ODHA menyangkal diri mereka ketika terdapat gejala HIV. Akibatnya, deteksi dini terhadap HIV/AIDS menjadi lebih sulit dan seringkali ketika ODHA berani memeriksakan diri, gejala HIV yang muncul telah cukup parah.
Obat HIV
“Jadi, apakah HIV sudah ada obatnya?”
Sayangnya, sejauh ini belum ditemukan penanganan yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS secara total. Di Indonesia sendiri, penanganan terhadap penyakit HIV/AIDS dilakukan melalui terapi antiretroviral (ARV). Terapi antiretroviral pada ODHA mampu menurunkan tingkat kematian dan tingkat kesakitan secara signifikan sehingga meningkatkan kualitas dan harapan hidup ODHA.
Mengenal ARV dan Cara Kerja ARV
“Ehmm… Tapi kurang ngerti deh, ARV itu apa?”
Pertanyaan bagus! ARV (Antiretroviral) sendiri adalah kelompok obat yang dapat menekan kemampuan HIV untuk berkembang biak di dalam tubuh. Obat ini tidak menyembuhkan HIV, tetapi dapat:
- Menurunkan jumlah virus (viral load) hingga tak terdeteksi,
- Memulihkan sistem kekebalan tubuh,
- Mengurangi risiko penularan (konsep U=U: Undetectable = Untransmittable).
Mekanisme kerja umum:
- HIV memasuki sel CD4⁺ T.
- ARV bekerja pada tahap tertentu (transkripsi balik, integrasi, atau pematangan virus).
- Hasil akhirnya: virus gagal memperbanyak diri dan tidak dapat menginfeksi sel lain.
(Linder, 2024)
Terapi utama untuk HIV sendiri dikenal sebagai Antiretroviral Therapy (ART) yang menggunakan kombinasi obat antiretroviral (ARV). HIV menghancurkan sel CD4, padahal sel ini adalah kunci utama sistem kekebalan. Dengan terapi ARV yang efektif, jumlah CD4 bisa dijaga tetap tinggi sehingga tubuh mampu menekan replikasi virus, melawan infeksi dan mencegah perkembangan menuju AIDS.
Jenis Obat HIV
Ternyata, ARV punya berbagai macam jenis loh!
Terapi utama untuk HIV dikenal sebagai Antiretroviral Therapy (ART) yang menggunakan kombinasi obat antiretroviral (ARV). HIV menghancurkan sel CD4, padahal sel ini adalah kunci utama sistem kekebalan. Dengan terapi ARV yang efektif, jumlah CD4 bisa dijaga tetap tinggi sehingga tubuh mampu menekan replikasi virus, melawan infeksi dan mencegah perkembangan menuju AIDS.
Obat antiretroviral (ARV) dibedakan berdasarkan tahap siklus hidup HIV yang dihambat. Setiap kelas bekerja dengan mekanisme spesifik untuk menekan replikasi virus (Tyler et al., 2022).
| Kelas Obat | Tahap Siklus HIV yang Dihambat | Contoh Obat |
| Entry / Fusion Inhibitor | Mencegah virus menempel dan masuk ke sel CD4 dengan menghambat fusi membran.
|
Enfuvirtide, Maraviroc |
| NRTI (Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors) | Menghambat enzim reverse transcriptase dengan menyisipkan analog nukleosida palsu, menghentikan pembentukan DNA virus.
|
Zidovudine (AZT), Tenofovir (TDF) |
| NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors) | Mengikat secara allosterik pada reverse transcriptase sehingga aktivitas enzim terhenti tanpa bergabung ke DNA virus.
|
Efavirenz, Nevirapine |
| PI (Protease Inhibitors) | Menghambat protease HIV sehingga protein virus tidak matang dan partikel baru tidak infektif. | Darunavir, Atazanavir |
Sumber : Tyler et al., 2022

Gambar 5. Mekanisme Kerja ARV (Verma et al., 2011)

Gambar 4. Visualisasi Pengenalan ARV (Sumber : Dokumen Penulis)
“Wah oke, ternyata obat buat HIV berkembang pesat, ya! Jadi penasaran nih, ada ga ya perkembangan terbarunya?”
“Pastinya ada dong! Namanya Lenacavapir”
Lenacapavir adalah inhibitor kapsid HIV-1 generasi baru yang menjadi obat pertama dalam kelasnya dan dirancang untuk mengobati infeksi HIV yang resisten terhadap banyak obat, dengan formulasi injeksi kerja panjang yang inovatif. Obat ini secara unik menargetkan protein kapsid HIV-1, mengganggu proses masuknya virus ke dalam inti sel serta perakitannya, berbeda dari terapi antiretroviral tradisional yang menargetkan enzim virus (Patel et al., 2023). Mekanisme inovatif ini memungkinkan pemberian secara subkutan dua kali setahun, sehingga berpotensi meningkatkan kepatuhan pasien (Tuan et al., 2023).
Bukti klinis menunjukkan efektivitas yang kuat: (Dvory‐Sobol et al., 2022) melaporkan tidak adanya resistensi sebelumnya dan tingkat supresi virologis yang tinggi pada pasien dengan riwayat terapi yang sangat kompleks. FDA menyetujui lenacapavir pada Desember 2022 untuk pengobatan HIV-1 yang resisten terhadap banyak obat, dan penelitian berkelanjutan sedang mengeksplorasi potensinya dalam pencegahan HIV (McKellar et al., 2025).
Efek samping yang paling umum dari obat ini meliputi reaksi ringan pada lokasi injeksi dan efek samping sistemik yang minimal (Hitchcock et al., 2023).

Gambar 5. Mekanisme Kerja ARV (Verma et al., 2011)
Implikasi untuk Masa Depan
“Keren banget!” Kira-kira dampaknya apa ya buat orang-orang nantinya?
Pastinya perkembangan pengobatan HIV akan sangat berdampak untuk orang-orang penderita HIV di masa yang akan datang. Berdasar pada kemajuan dalam penelitian, khususnya pada terapi antiretroviral (ARV), diharapkan akan ada obat serta metode yang lebih efektif dan minim efek samping, contohya adalah implant atau perangkat yang dikenakan pada tubuh penderita yang berperan untuk melepaskan obat ARV secara berkala hingga metode modifikasi antibodi pada tubuh. Penelitian terbaru juga fokus pada pengobatan yang dapat memberikan solusi jangka panjang, seperti terapi genetik atau bahkan vaksin HIV yang untuk saat ini masih berada dalam tahap pengembangan.

Gambar 6. Berbagai macam metode pencegahan HIV jangka panjang (NIH, 2019)
Tentunya, perkembangan pesat obat ini harus disertai dengan kemajuan aksesibilitas, terutama untuk negara berkembang agar pengobatan yang sudah ada tidak hanya dapat diakses oleh negara maju, melainkan oleh seluruh masyarakat di belahan penjuru Bumi.

Gambar 7. Tahapan siklus hidup HIV‑1 yang menjadi target obat antiretroviral (Laskey, 2014)
Daftar Pustaka
Cleveland Clinic. (2022, June 6). HIV & AIDS: Causes, symptoms, treatment & prevention. Cleveland Clinic; Cleveland Clinic. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/4251-hiv-aids
Dvory-Sobol, H., Shaik, N., Callebaut, C., & Rhee, M. S. (2022). Lenacapavir: a first-in-class HIV-1 capsid inhibitor. Current Opinion in HIV and AIDS, 17(1), 15–21.
Laskey, S., Siliciano, R. A mechanistic theory to explain the efficacy of antiretroviral therapy. Nat Rev Microbiol 12, 772–780 (2014). https://doi.org/10.1038/nrmicro3351
Linder A (2024) Analysis of Antiretroviral Drugs and its Mechanisms in Treating Human Immunodeficiency Virus Infections. Pharm Anal Acta. 15.773.
McKellar, M. S., Keys, J. R., Filiatreau, L. M., McGee, K. S., Kuruc, J. D., Ferrari, G., Margolis, D. M., Eron, J. J., Hicks, C. B., & Gay, C. L. (2025). Rapid viral suppression using integrase inhibitors during acute HIV-1 infection. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 80(1), 169–174.
Mukaromah, N., Ferianto, F., & Lestari, R. (2023). Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta. MEDIA ILMU KESEHATAN, 12(1), 56–68. https://doi.org/10.30989/mik.v12i1.823
HIV.gov. (2019, July 20). Long-Acting HIV Prevention Tools. HIV.gov. https://www.hiv.gov/hiv-basics/hiv-prevention/potential-future-options/long-acting-prep
Patel, P. C., Beasley, H. K., Hinton, A., & Wanjalla, C. N. (2023). Lenacapavir (Sunlenca) for the treatment of HIV-1. Trends in Pharmacological Sciences, 44(8), 553–554.
Tuan, J., & Ogbuagu, O. (2023). “Lenacapavir: a twice-yearly treatment for adults with multidrug-resistant HIV infection and limited treatment options”. Expert Review of Anti-infective Therapy, 21(6), 565–570.
Tyler R & Peter G. Gulick. 2022. HIV Antiretroviral Therapy. National Library of Medicine.
Shaluhiyah, Z., Musthofa, S. B., & Widjanarko, B. (2015). Stigma masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS. Kesmas, 9(4), 333-339.
Verma, Natasha & Lee, Anna & Herold, Betsy & Keller, Marla. (2011). Topical Prophylaxis for HIV Prevention in Women: Becoming a Reality. Current HIV/AIDS reports. 8. 104-13. 10.1007/s11904-011-0075-7.
Waghamare, S. U., Darwade, A. P., Kudhekar, R. A., Dhone, J. E., & Sonawane, K. B. (2023). A Review on Lenacapavir as a HIV-1 Capsid Inhibitor Used in the Treatment of AIDS. International Journal of Research and Analytical Reviews (IJRAR), 10(1).
No Comments