Enter your keyword

Biopestisida Cerdas Berbasis RNA: Solusi Pertanian Masa Depan yang Lebih Aman

Biopestisida Cerdas Berbasis RNA: Solusi Pertanian Masa Depan yang Lebih Aman

Biopestisida Cerdas Berbasis RNA: Solusi Pertanian Masa Depan yang Lebih Aman

Artikel Mini Project 

Kelompok 3 – Agrikultur

  • Muhammad (10422040)
  • Fitri Yufia Salsabila (10422043)
  • Mohamad Ramdhani Supriatna (21125003)

Suatu hari, terdapat seorang petani yang setiap hari berjuang untuk menjaga lahannya dari hama yang selalu merugikannya. Hama tersebut selalu Ia usir dengan menyemprotkan pestisida, tetapi hama itu selalu kembali setiap harinya. Petani pun terpaksa meningkatkan dosis dan menyemprotkan pestisida lebih sering tanpa menyadari bahwa pestisida itu juga membawa kerugian bagi dirinya dan lingkungan.

Pestisida menjadi sebuah “paradoks” yang dialami oleh petani di Indonesia, bukannya membantu melindungi tanaman, pestisida malah membawa kerugian bagi kesehatan petani dan kondisi lingkungan.

Namun, saat ini terdapat inovasi dari bidang biologi molekuler yang memberikan solusi yang menjanjikan, yaitu pestisida yang tidak bertindak sebagai racun, tetapi sebagai “pesan” untuk hama dan “membungkam” gen pada hama secara spesifik sehingga hama tersebut tidak bisa mengganggu lahan pertanian lagi, yang dikenal dengan pestisida RNAi (RNA interference).

Latar Belakang

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), Indonesia merupakan negara ke-3 yang menggunakan pestisida dalam pertaniannya, dengan penggunaan mencapai 294,9 ton pestisida pada tahun 2023 (Gambar 1). Angka ini menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia pada pestisida kimia mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Penggunaan yang sangat masif bukanlah pilihan yang bijak karena dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang mencakup dengan kesehatan manusia serta kondisi lingkungan.

Gambar 1. Jumlah penggunaan pestisida di 10 Negara Pengguna Pestisida Terbanyak pada Tahun 2023 (FAO, 2025)

Dampak pada Kesehatan Manusia

Pestisida kimia, termasuk klorpirifos yang masih dipakai pada berbagai komoditas pertanian, dapat menimbulkan dampak kesehatan serius bagi petani karena sifat imunotoksik dan neurotoksiknya. Penggunaan klorpirifos telah dilarang di beberapa negara, namun di Indonesia regulasi dan pengawasan masih lemah. Banyak petani juga menggunakan pestisida secara tidak tepat, seperti tanpa APD, dengan dosis tidak sesuai, serta pengelolaan limbah yang kurang baik (Pertiwi, 2022; Murwanto & Rosita, 2022).

Dampak pada Kesehatan Lingkungan

Penggunaan pestisida kimia berdampak negatif pada ekosistem pertanian Indonesia. Residu pestisida dapat menurunkan kesuburan tanah, mencemari aliran sungai, dan membunuh organisme non-target seperti ikan, amfibi, dan serangga air. Dampak ini mengurangi keanekaragaman hayati serta menurunkan populasi musuh alami hama, sehingga masalah hama semakin memburuk (Jamin et al., 2024).

Contoh Kasus: Wereng Batang Coklat (WBC) di Indonesia

WBC (Nilaparvata lugens) merupakan hama utama padi yang telah menjadi resisten terhadap insektisida organofosfat dan karbamat. Akibatnya, petani sering meningkatkan dosis penyemprotan ketika hama tidak mati, padahal tindakan tersebut justru mempercepat perkembangan hama yang lebih kebal dan menambah risiko pencemaran serta paparan racun (Sutrisno, 2014). Oleh karena itu, diperlukan solusi pengendalian baru yang lebih spesifik dan mampu menarget hama dari dalam untuk mengatasi resistensi.

Gambar 2. Dokumentasi Hama WBC pada Tanaman Padi (Dinas Pertanian Buleleng, 2024)

Apa itu DNA, RNA, Protein?

Untuk memahami teknologi ini, kita harus memahami “Dogma Sentral” biologi, yaitu bagaimana alur informasi yang terjadi dalam suatu makhluk hidup agar bisa berfungsi.

Pertama, kita dapat membayangkan suatu sel dalam makhluk hidup (terutama hama) adalah sebuah pabrik yang besar dan sangat sibuk (Gambar 3). Untuk pabrik tersebut bisa beroperasi dengan sesuai (menjalankan fungsi sebagai makhluk hidup, makan, bergerak, bereproduksi, bernapas), pabrik ini perlu instruksi.

Gambar 3. Analogi Sentral Dogma Kehidupan

  • DNA dapat dianalogikan sebagai instruksi induk pabrik yang disimpan dalam Ruang Arsip. Buku ini menyimpan seluruh instruksi-instruksi yang lebih spesifik untuk setiap bagian pabrik dan tidak boleh dikeluarkan dari ruang arsip.
  • Ketika pabrik ingin membuat suatu produk, pekerja pabrik perlu membuat salinan instruksi untuk dibawa ke mesin pabrik. Salinan-salinan ini bersifat sementara ini dapat dianalogikan sebagai mRNA.
  • Saat salinan instruksi ini didapatkan oleh mesin pabrik. Instruksi ini akan dibaca oleh mesin pabrik dan merakit produk dari bahan-bahan yang tersedia sehingga diperoleh produk. Produk inilah yang dapat kita sebut sebagai protein.
  • Produk ini kemudian akan dibawa ke pabrik-pabrik lainnya agar pabrik lain juga dapat berfungsi sehingga jika salah satu proses dalam rangkaian ini tidak berjalan dengan baik maka fungsi pabrik juga akan terganggu.

Tabel 1. Analogi Pabrik “Sel”

Istilah Biologi Analogi Pabrik Fungsi
DNA Instruksi Induk (di Ruang Arsip/Nukleus) Menyimpan semua informasi genetik (semua resep).
Gen Instruksi spesifik  Instruksi untuk membuat satu protein spesifik.
mRNA Salinan instruksi spesifik (dibawa ke mesin pabrik) Membawa instruksi tunggal dari DNA ke ‘pabrik’ protein.
Ribosom Mesin Pabrik ‘Pabrik’ yang membaca salinan instruksi (mRNA).
Asam Amino Bahan-bahan produk bahan yang dirakit oleh Ribosom.
Protein Produk Produk jadi yang melakukan fungsi di dalam sel.

Dari analogi tersebut, dapat diketahui bahwa sel pada hama (dan seluruh makhluk hidup) memiliki alur informasi yang sangat penting bagi kehidupan. Alur informasi ini                (DNA → mRNA → Protein) dapat menjadi dasar untuk mengatasi masalah hama.

Pestisida RNA

Pestisida berbasis RNA interference (RNAi), adalah pestisida yang memiliki bahan aktif berupa informasi berupa molekul RNA itu sendiri yang dirancang di laboratorium. Pestisida RNA bekerja dengan membungkam gen vital hama tersebut sehingga hama tidak bisa lagi hidup (berfungsi). Pestisida ini dapat diterapkan dengan penggunaan semprotan yang disebut Spray Induced Gene Silencing (SIGS) untuk memudahkan pengaplikasian pestisida di lahan.

Mekanisme Pestisida (Chen et al., 2025)

Melihat kembali analogi pada bagian sebelumnya, mekanisme pestisida berbasis RNA ini bekerja dengan menyabotase sistem keamanan di dalam pabrik sel. Molekul dsRNA bertindak sebagai dokumen umpan yang membuat sel menghancurkan mRNA asli yang dibutuhkan untuk membuat protein penting. Akibatnya, protein tersebut tidak terbentuk, fungsi sel terganggu, dan hama akhirnya mati.

Secara khusus, berikut mekanisme kerja pestisida RNA:

1. Aplikasi dsRNA atau sRNA Eksogen ke Permukaan Tanaman

Dalam metode SIGS, dsRNA (double-stranded RNA) atau sRNA (small RNA) disemprotkan langsung ke permukaan tanaman (daun, batang, atau buah) untuk menarget gen penting pada patogen, tanpa perlu rekayasa genetika tanaman. Molekul RNA ini dirancang untuk mengganggu fungsi vital patogen sehingga mengurangi kemampuan mereka menginfeksi tanaman.

2. Penyerapan RNA oleh Tanaman dan Patogen

RNA yang disemprotkan dapat diserap melalui dua jalur. Pertama, RNA masuk ke sel tanaman lalu ditransfer secara sistemik dan akhirnya berpindah ke patogen. Kedua, RNA dapat langsung diserap oleh jamur dari permukaan tanaman, seperti pada Botrytis cinerea dan Fusarium graminearum.

3. Pemrosesan dsRNA Menjadi sRNA oleh Enzim DCL

Setelah masuk ke dalam sel, dsRNA dipotong oleh enzim Dicer-like (DCL) menjadi small interfering RNA (siRNA). Proses ini dapat terjadi di dalam sel tanaman atau langsung di dalam sel jamur, tergantung jalur penyerapannya.

4. Pembentukan Kompleks RISC dan Pemotongan mRNA Target

siRNA kemudian diikat oleh RNA-induced silencing complex (RISC). Salah satu untai siRNA berfungsi sebagai “panduan” untuk mengenali dan berikatan dengan mRNA target yang komplementer di dalam patogen. Enzim Argonaute (AGO) dalam RISC memotong mRNA target sehingga menghambat ekspresi gen esensial patogen.

5. Efek Silencing pada Patogen

Pemotongan mRNA target menurunkan ekspresi gen penting seperti CYP51, sehingga pertumbuhan dan virulensi jamur melemah. Akibatnya, infeksi penyakit seperti fusarium head blight dan grey mold dapat ditekan.

6. Perlindungan Sistemik dan Stabilitas RNA

RNA yang diserap tanaman dapat bergerak ke bagian lain sehingga memberikan perlindungan sistemik. Selain itu, dsRNA dapat bertahan 7–8 hari pada permukaan atau jaringan tanaman, sehingga perlindungan berlangsung lebih lama.

Current state (He et al., 2024)

Contoh Penerapan: Ledprona, Pembasmi Kumbang Kentang 

Ledprona adalah insektisida baru berbasis dsRNA yang menarget gen PSMB5 pada hama kumbang kentang Colorado sehingga membungkam gen vital dan menyebabkan kematian hama. Produk ini merupakan insektisida RNAi semprot pertama yang disetujui untuk penggunaan komersial. Ledprona sangat spesifik untuk ordo Coleoptera sehingga aman bagi lebah, penyerbuk lain, dan organisme non-target. Insektisida ini membantu mengatasi resistensi hama dan memiliki profil keamanan lingkungan yang baik karena cepat terdegradasi. EPA AS memberikan izin penggunaan mulai Desember 2023 selama tiga tahun, dan produk dagangnya dikenal sebagai Calantha™ dengan beberapa pengujian toksisitas dibebaskan karena sifat dsRNA yang aman dan mudah terurai.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan SIGS: Kenapa Teknologi Ini Dianggap Masa Depan Pertanian?

  • Lebih Tepat Sasaran

SIGS bekerja dengan “mematikan” gen tertentu pada hama atau patogen. Artinya, efeknya bisa diarahkan secara spesifik tanpa mengganggu tanaman atau organisme lain.

  • Ramah Lingkungan

Tidak meninggalkan residu kimia berbahaya dan mudah terurai. Teknologi ini dianggap lebih aman untuk tanah, air, dan organisme non-target seperti serangga yang baik atau hewan ternak.

  • Bisa Dikembangkan Secara Global

SIGS memungkinkan kolaborasi antarnegara karena relatif aman dan tidak mengandung organisme hidup yang dimodifikasi (non-GMO). Ini membuka jalan menuju pertanian berkelanjutan di seluruh dunia.

  • Aman untuk Konsumen

Produk pertanian yang dirawat dengan SIGS tetap aman dikonsumsi. Bahkan, teknologi ini berpotensi meningkatkan hasil panen dan mendukung ketahanan pangan jangka panjang.

Tantangan dan Potensi Pengembangan

Kekurangan & Tantangan SIGS: Apa yang Masih Jadi PR?

  • Mudah Rusak di Lingkungan

RNA mudah dihancurkan oleh sinar matahari, hujan, atau enzim alami di tanah. Ini membuat efektivitasnya di lapangan tidak selalu stabil.

  • Biaya Produksi Masih Tinggi

Pembuatan dsRNA (bahan aktif SIGS) masih cukup mahal. Tantangan terbesar adalah menekan biaya agar bisa digunakan secara luas oleh petani, terutama petani kecil.

  • Regulasi dan Penerimaan Publik

Karena teknologinya baru, belum banyak negara memiliki aturan jelas tentang penggunaannya. Masyarakat juga masih belum familiar dengan “biopestisida RNA” sehingga proses sosialisasinya butuh waktu.

  • Efektivitas Bisa Berbeda-beda

Setiap jenis hama punya sensitivitas berbeda terhadap RNA. Jadi, perlu penyesuaian formula untuk tiap tanaman dan kondisi lingkungan.

Daftar Pustaka

Chen, C., 1, Imran, M., 2, Feng, X., 2, Shen, X., 3, & Sun, Z., 2. (2025). Spray-induced gene silencing for crop protection: recent advances and emerging trends. Frontiers in Plant Science, 16, 1527944. https://doi.org/10.3389/fpls.2025.1527944

FAO. (2025). Pesticides Use and Trade. https://www.fao.org/statistics/highlights-archive/highlights-detail/pesticides-use-and-trade-1990-2023/en [Diakses pada 17 November 2025].

He, L., Zhou, Y., Mo, Q., Huang, Y., & Tang, X. (2024). Spray-induced gene silencing in phytopathogen: Mechanisms, applications, and progress. Advanced Agrochem, 3(4), 289–297. https://doi.org/10.1016/j.aac.2024.06.001.

Jamin, F. S., Kamal, D. M., Auliani, R., Rusli, M., & Pramono, S. A. (2024). Penggunaan pestisida dalam pertanian: Resiko kesehatan dan alternatif ramah lingkungan. Jurnal Kolaboratif Sains, 7(11), 4151-4159.

Murwanto, B. & Rosita, Y. (2022). Perilaku Petani Hortikultura terhadap Paparan Pestisida. Jurnal Kesehatan, 13(1), 167-176.

Pertiwi, G. (2022). Laporan Situasi “Klorpirifos” di Indonesia. https://ipen.org/sites/default/files/documents/final_gita_pertiwi_indonesia_country_report_chlorpyrifos59.pdf [Diakses pada 17 November 2025].

Rodrigues, T. B., Mishra, S. K., Sridharan, K., Barnes, E. R., Alyokhin, A., Tuttle, R., Kokulapalan, W., Garby, D., Skizim, N. J., Tang, Y., Manley, B., Aulisa, L., Flannagan, R. D., Cobb, C., & Narva, K. E. (2021). First Sprayable Double-Stranded RNA-Based Biopesticide Product Targets Proteasome Subunit Beta Type-5 in Colorado Potato Beetle (Leptinotarsa decemlineata). Frontiers in Plant Science, 12, 728652. https://doi.org/10.3389/fpls.2021.728652

Sutrisno, S. (2014). Resistensi wereng batang cokelat padi, Nilaparvata lugens Stål terhadap insektisida di Indonesia. Jurnal AgroBiogen, 10(3), 115-124.

Dinas Pertanian Buleleng. (2024). Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Pada Tanaman Padi.https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/71_mengenal-hama-wereng-batang-coklat-pada-tanaman-padi [Diakses 3 Desember 2025].

 

No Comments

Post a Comment

Your email address will not be published.

en_USEnglish
X